Senin, 12 Maret 2012

Askep Scleroderma


BAB
PEMBAHASAN

A.  KONSEP DASAR MEDIS
1.    PENGERTIAN
Scleroderma adalah penyakit langka kronis yang menyerang pertahanan tubuh. Saat ini diperkirakan sekitar 150,000(1) sampai 500,000(2) orang Amerika telah terjangkit penyakit ini. Terutama wanita berumur antara 30 sampai 50 tahun. Penyakit ini menjangkit 30 orang per 100.000 dan perbandingan antara wanita dan pria berkisar empat (4) banding satu (1).
Skleroderma (Sklerosis Sistemik) adalah suatu penyakit jaringan ikat yang tersebar, yang ditandai dengan adanya perubahan pada kulit, pembuluh darah, otot kerangka tubuh dan organ dalam. Sklerosis sistemik adalah panyakit jaringan ikat yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan degeneratif pada kulit, sinovium, dan arteri; juga pada parenkim organ dalam terutama esophagus, usus, paru, jantung, ginjal dan kelenjar gondok.
Skleroderma adalah sebuah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya pengerasan atau sklerosis pada kulit atau organ lain. Tipe lokal dari penyakit ini dikenal dengan nama "morphea" dan cenderung tidak fatal. Tipe lainnya adalah tipe sistemik, yang dapat berubah menjadi penyakit yang fatal pada organ hati, paru-paru atau menyebabkan penyakit kerusakan autoimmune. Scleroderma adalah kolagenosis kronis dengan gejala khas bercak-bercak putih kekuningan dan keras.

2.    EPIDEMIOLOGI
Sclerosis sistemik merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia dan dijumpai pada semua bangsa. Biasanya dimulai pada usis 20-50 tahun, jarang pada anak-anak. Frekuensi pada wanita 3 kali frekuensi pria.
Berdasarkan informasi dari Scleroderma Foundation, penyakit ini menyerang wanita dan pria dengan perbandingan 4:1. Penyakit ini menyerang 30 orang dari 100.000 orang di Amerika.

3.    PENYEBAB
Etiologi dan patogenesis yang pasti tentang penyakit ini belum diketahui. Diduga patogenesisnya berdasarkan kelainan vascular. Dugaan ini timbul karena sebelum terjadi perubahan pada dermis dan epidermis, telah ada reaksi peradangan vascular dan perivaskular pada jaringan subkutan. Reaksi peradangan dan perubahan vascular subkutan ini akan menyebabkan hilangnya kapiler-kapiler kulit (devaskularisasi) yang selanjutnya mengakibatkan atrofi epidermis dan penebalan dermis.
Hipotesis yang diajukan berdasarkan hasil observasi pada biakan jaringan, ternyata pada scleroderma, fibroblast kulit mensintesis kolagen lebih banyak dibandingkan dengan fibroblast kulit normal. Peningkatan produksi kolagen yang dideposit pada jaringan ikat di sekitar tunika adventisia akan mengekang arteri kecil/arteriol yang bersangkutan, sehingga kontraktilitas dan vasodilatasi arteri kecil dan arteriol terganggu. Akibatnya timbul gangguan vasomotor seperti yang terlihat pada Syndrome Raynaud dan sclerosis sistemik progresif. Kolagen ini dapat melekat pada endotel pembuluh darah. Kemudian terjadi adhesi antara trombosit dan kolagen, atau antara trombosit dan leukosit, yang menyebabkan kerusakan endotel dan membran basal. Peristiwa ini akan diikuti oleh fibrosis reaktif berupa proliferasi intima yang sangat menoniol pada sklerosis sistemik progresif.
Penipisan tunika intima media mungkin terjadinya sekunder terhadap perubahan distensibilitas struktur mikrovaskular yang terjepit diantara materi fibrotik yang terdapat pada intima dan adventisia. Dengan demikian, gangguan metabolisme kolagen pada fibroblast dapat menerangkan baik manifestasi vascular maupun manifestasi fibrosis pada sclerosis sistemik progresif.
Mengutip dari Info Sehat tabloid Nyata edisi April 2005, beberapa ahli menduga penyakit ini disebabkan oleh faktor pencetus berupa hormon terutama hormon estrogen, zat kimia seperti vinyl chloride atau trichloroehylene dan infeksi virus seperti Human Cytomegalovirus dan Human Herpes Virus. Penyakit ini diduga tidak menular dan tidak bersifat turunan. Faktor resiko terjadinya skleroderma adalah pemaparan debu silika dan polivinil klorida.

4.    PATOFISIOLOGI
Aktivasi fibroblas disertai fibrosis yang berlebihan merupakan penanda Scerosis Sistemik. Etiologi Scerosis Sistemik masih belum diketahui, meskipun penyakit ini dikaitkan dengan aktivasi abnormal sistem imun dan jejas mikrovaskular dan bukan karena suatu gangguan intrinsik fibroblas atau sintesis kolagen. Dinyatakan bahwa sel CD4+ yang memberikan respons terhadap antigen yang hingga saat ini belum teridentifikasi, berakumulasi dalam kulit dan melepaskan sitokin yang mengaktifkan sel mast dan makrofag; kemudian sel ini akan melepas sitokin fibrinogenik, seperti IL-1, TNF, PDGF, TGF-β, dan faktor pertumbuhan fibroblas. 
Kemungkinan sel T aktif berperan dalam patogenesis Scerosis Sistemik didukung oleh suatu pengamatan bahwa beberapa gambaran penyakit ini (termasuk sklerosis kutan) terlihat pada GVHD kronis, yaitu suatu gangguan yang disebabkan oleh aktivasi sel T yang terus menerus pada resipien transplan sumsum tulang allogenik. Aktivasi sel B juga terjadi, seperti yang ditunjukkan oleh adanya hipergamaglobulinemia dan ANA. Meskipun imunitas humoral tidak berperan secara bermakna dalam patogenesis Scerosis Sistemik, dua dari ANA tersebut bersifat lebih atau kurang khas untuk Sceroasis Sistemik, sehingga berguna untuk diagnosis. 
Pasien dengan scerosis sistemik cenderung mengalami fenomena Raynaud, yaitu gangguan vaskuler yang ditandai dengan vasospasme arteri yang reversible. Tangan secara khusus akan memutih jika terpajan suhu dingin, karena terjadi vasospasme yang diikuti dengan timbulnya warna kebiruan. Akhirnya warna berubah menjadi merah, karena vasodilatasi reaktif kolagenisasi progresif pada kulit akan menyebabkan atropi tangan yang disertai dengan rasa kaku yang meningkat dan pada akhirnya terjadi imobilisasi gerak sendiri.
Kesulitan dalam menelan terjadi akibat fibrosis esofagus dan hipomotilitas yang dihasilkan. Akhirnya kerusakan dinding esofagus akan menimbulkan atoni dan dilatasi. Malabsorbsi dapat terjadi jika atropi submukosa fibrosis terjadi pada usus halus. Dispnea serta batuk kronik menggambarkan adanya perubahan pada paru hipertensi pulmonal sekunder dapat terjadi jika serangan lanjut pada paru yang menyebabkan disfungsi jantung kanan. Gangguan fungsi ginjal yang disebabkan baik oleh perkembangan lanjut skleroderma maupun hipertensi maligna yang menyertainya seringkali terjadi.

5.    KLASIFIKASI
Skleroderma diklasifikasikan menjadi dua kelompok :
a.    Scleroderma difus
Ditandai awalnya dengan serangan pada kulit yang meluas, dengan perkembangan yang cepat dan serangan dini pada organ dalam.
b.    Skleroderma limitans
Ditandai dengan serangan pada kulit yang relatif minimal, seringkali hanya terbatas pada jari-jari tangan dan wajah. Serangan pada organ dalam terjadi secara lambat sehingga penyakit pada pasien ini pada umumnya mempunyai perjalanan yang agak jinak. Penyakit ini disebut pula dengan sindrom CREST karena seringkali menunjukkan adanya gambaran calsinosis, fenomena raynaud, dismotilitas esofagus, sklerodaktili, dan telangiektasia.
Menurut lokasinya skleroderma dapat dibagi sebagai berikut:
a.    Skleroderma local 
Hanya menyerang kulit serta jaringan sekitar dan otot-otot di bawah kulit. Jenis ini cenderung tidak akan berkembang menjadi tipe skleroderma jenis sistemik. Berdasarkan bentuknya, jenis ini dibagi menjadi Morphea dan Linier.
Ø Morphea menyebabkan kulit tampak bercak- bercak oval kemerahan berdiameter setengah inchi sampai 12 inchi. Bercak ini bersifat keras, lebih menonjol dari permukaan sekitar, sering akibat kurangnya keringat dan rambut kulit berkurang. Lokasinya biasanya ada di perut, dada, punggung, wajah, tangan dan kaki. Ini akan menyembuh sendiri dalam jangka waktu 3 sampai 5 tahun. Namun akan timbul bercak kehitaman dan sering disertai kelemahan otot dibawah bercak tersebut. 
Ø Linier ditandai dengan bentuk berupa garis menonjol pada permukaan sekitarnya dan hanya pada satu sisi tubuh saja. Lokasi biasanya ada di kepala, dahi atau alat gerak. Tipe ini dapat menyerang lapisan kulit lebih dalam beserta organ-organ yang ada di bawahnya. Sehingga bila menyerang anak-anak akan menghambat pertumbuhannya. 
b.    Skleroderma sistemik 
Tipe ini tidak hanya menyerang kulit, tapi juga organ lain yang ada di tubuh kita seperti sistem pernapasan, saluran kencing, saluran pencernaan, muskuloskeletal (tulang dan otot) serta pembuluh darah, terutama pembuluh darah kecil. Gejala-gejala ini dikenali dengan sindrom CREST (Calcinosis, Raynaud Phenomena, Esophageal dysfunction, sclerodactily dan Telanglectasis).
-       Calnosis adalah penimbunan kalsium pada jaringan konektif bawah kulit. Timbunan kalsium ini akan menembus kulit dan menimbulkan rasa nyeri. Lokasi biasanya ada pada jari, tangan, wajah, siku, lutut dan punggung. Untuk mengetahui adanya penyimpanan kalsium ini hanya dengan foto rontgen.
-       Raynoud Phenomena adalah penyempitan pembuluh darah kecil pada tangan dan kaki akibat respon dari dingin atau cemas. Akibat dari penyempitan ini, kaki atau tangan menjadi pucat, dingin bahkan sampai membiru. Pasokan darah ke ujung-ujung jari kaki dan tangan menurun drastis, hal ini menyebabkan borok.
-       Esophageal dysfunction adalah penurunan kerja otot polos esophagus (kerongkongan) ditandai dengan timbulnya rasa panas di dada akibat peradangan.
-       Sclerodactyly adalah menebalnya kulit jari-jari akibat berlebihnya produksi jaringan kolagen. Hal ini menimbulkan keluhan kesulitan meluruskan jari-jari dan biasanya kulit akan berwarna hitam mengkilat disertai rambut rontok.
-       Telanglectasis adalah munculnya bintik-bintik warna merah pada wajah dan tangan yang disebabkan bengkaknya pembuluh darah kecil. Bintik bintik ini meskipun tidak sakit, tetapi menyebabkan gangguan penampilan.

6.    GEJALA KLINIK
Berikut gejala-gejala dari penyakit sclerosis sistemik: 
a.    Kulit
Pada kasus yang khas trias terdiri atas penipisan epidermis, hilangnya alat-alat seperti rambut, kelenjar keringat, kelenjer lemak di epidermis, dan kulit menjadi tegang. Fibrosis menyebabkan kulit melekat pada struktur dibawahnya. Sklerodaktili ialah keadaaan kakunya kulit bagian distal dari sendi interfalangeal proksimal. Terdapat pembengkakan dan ketegangan lengan bawah dan tangan yang difus dan simetris. Klien tidak dapat dicubit, keringat berkurang, rambut dan lemak menghilang. Kulit tampak kering dan retak-retak. Jari-jari mengalami fleksi kontraktur. Terdapat daerah-daerah dengan pegmentasi dan vitiligo. Epidermis mudah terkelupas karena tipis.
b.    Saluran pencernaan
Hipomotilitas asofagus merupakan manifestasi paling sering dari terlibatnya organ dalam. Sering timbul dini dan dirasakan sebagai rasa penuh di substernal. Karena timbul dini, sangat berguna sebagai gejala diagnostic. Keluhan akan lebih berat jika terjadi esofagitis atau striktur.
Pada keadaaan lanjut, terjadi striktur esophagus yang memerlukan dilatasi mekanis. Dilatasi dan hipoosmolalitas duodenum dan jejunum menyebabkan malabsorbsi sehingga mengakibatkan berat badan menurun. Dapat juga terjadi anemia karena telangiektasis di saluran pencernaan mengalami perdarahan. Ditemukan juga kelainan kolon yang dianggap diagnostic. Kelainan ini ditandai dengan terbentuknya kantong-kantong bermulut lebar pada dinding kolon. Biasanya kelainan ini asimptomatik
c.    Paru
Scleroderma paru yang klasik ditandai dengan fibrosis intestinal yang klasik ditandai dengan fibrosis interstitial difus. Keluhan mungkin baru timbul lama setelah terdapat gangguan fungsi paru dan kelainan pada gambaran radiologist. Jarang ditemukan jari clubbing. Pengawasan terhadap perkembangan hipertensi paru dapat dilakukan dengan memperhatikan peningkatan intensitas komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 dan derajat pecahnya (splitting bunyi jantung 2). Ini penting karena pada kebanyakan penderita telah terdapat hipertensi paru sebelum timbul keluhan pada paru.
d.   Jantung
Kelainan jantung pada scleroderma ada 3 macam :
1)   Sclerosis koroner : merupakan kelainan yang paling tidak spesifik. Jarang timbul angina atau infark jantung
2)   Fibrosis miokard\
3)   Kelainan perikard : berupa epikarditis akut, efusi perikard tanpa gejala yang berlangsung lambat tapi progresif. Gejala gangguan jantung sering sukar dibedakan dengan gejala gangguan paru, misalnya dyspnea d’effort atau nafas pendek. Untuk ini kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti foto rongten/analisis jantung, EKG/ekokardiografi dan kateterisasi jantung
e.    Ginjal
Tanda-tanda klinis kelainan ginjal yaitu hipertensi ( tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg), proteinuria > 1+, dan uremia. Kelainan ginjal sering timbul akut. Factor presipitasi untuk timbulnya gangguan ini adalah berkurangnya volume darah sehingga aliran darah ginjal terganggu, misalnya karena operasi besar, perdarahan dan pemakaian diuretic yang berlebihan.
Gejala dan tanda dari skleroderma adalah: 
1)        Fenomena Raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat, kebiruan atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin).
2)        Nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada jari tangan dan persendian 
3)        Kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal
4)        Kulit menjadi keras
5)        Kulit wajah menjadi kencang dan seperti topeng
6)        Koreng di ujung jari tangan atau jari kaki
7)        Refluks esofagus atau heartburn (rasa panas di lambung atau dada akibat gangguan pencernaan)
8)        Gangguan menelan 
9)        Penurunan berat badan (kerusakan pada usus halus dapat mempengaruhi penyerapan makanan (malabsorbsi) dan menyebabkan penurunan berat badan)
10)    Sesak nafas (skeroderma bisa menyebabkan terjadinya jaringan parut di paru-paru, sehingga terjadi sesak nafas pada saat penderita melakukan aktivitas). 
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan : 
1)   Nyeri pergelangan tangan 
2)   Kulit menjadi putih atau hitam abnormal 
3)   Nyeri persendian 
4)   Rambut rontok
5)   Mata terasa perih, gatal dan beberapa kelainan jantung yang bisa berakibat fatal, yaitu gagal jantung dan kelainan irama jantung
6)   Penyakit ginjal yang berat (gejala pertama kerusakan ginjal biasanya berupa peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, tekanan darah yang tinggi adalah tanda yang kurang baik, walaupun biasanya bisa dikendalikan dengan pengobatan). 
7)   Pembuluh balik yang memberi gambaran seperti laba-laba (telangiektasi) muncul pada jari-jari tangan, dada, wajah, bibir dan lidah. 
8)        Benjolan yang mengandung kalsium bisa timbul di jari tangan, daerah bertulang lainnya atau pada sendi. 
9)        Kadang-kadang terdengar suara yang mengganggu, bila jaringan yang meradang bergesekan satu sama lain, terutama di lutut dan dibawah lutut. 
10)    Jari-jari tangan, pergelangan tangan dan sikut bisa terfiksasi dalam posisi fleksi karena adanya jaringan parut di kulit. 
11)    Pertumbuhan sel abnormal di kerongkongan (Sindroma Barrett) terjadi pada sekitar sepertiga penderita, dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya penyumbatan kerongkongan atau kanker. 
12)    Sistem penyaluran hati bisa tersumbat oleh jaringan parut (sirosis bilier), menyebabkan kerusakan hati dan sakit kuning. 
13)    Sindroma Crest juga disebut sklerosis yang terbatas pada kulit (skleroderma), biasanya merupakan bentuk yang tidak terlalu berat dan jarang menyebabkan kerusakan organ.

7.    PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Tidak ada obat yang dapat menghentikan perkembangan skleroderma. Tetapi obat hanya dapat meredakan beberapa gejala dan mengurangi kerusakan organ.
 
a.    Obat anti peradangan non steroid atau kadang-kadang kortikosteroid, membantu meredakan nyeri otot dan sendi yang berat dan kelemahan.
b.    Penisilamin akan memperlambat penebalan kulit dan bisa menghambat keterlibatan organ dalam, tetapi beberapa penderita tidak dapat mengatasi efek samping obat-obatan ini. 
c.    Obat imunosupresan (penekan kekebalan) seperti metotreksat, bisa membantu beberapa penderita. 
d.   Heartburn bisa diredakan dengan makan dalam porsi kecil, minum antasid dan obat anti histamin yang menghambat produksi asam lambung. Tidur dengan posisi kepala yang lebih tinggi sering membantu. 
Pembedahan kadang-kadang dapat mengatasi masalah refluks asam lambung yang berat.
 
e.    Tetracycline atau antibiotik lainnya dapat membantu mencegah gangguan penyerapan di usus yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri berlebih pada usus yang rusak. 
f.     Nifedipine dapat meredakan gejala dari fenomena Raynaud, tapi juga bisa meningkatkan refluks asam.
g.    Obat anti tekanan darah tinggi, terutama penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor), berguna untuk mengobati penyakit ginjal dan tekanan darah tinggi. 
h.    Obat vasoaktif
-       Fenoksibenzamin, suatu obat alfa adrenergic, diberikan peroral, 10-40 mg/hari
-       Guanetidin dengan dosis 40 mg, sekali sehari
-       Metildopa, kerjanya menurunkan depot katekolamin. Dimulai dengan dosis rendah sampai mencapai dosis 2 g/hari
-       Reserpin, juga merupakan penghambat simpatis. Dianjurkan pemberian dosis rendah sacara intra arteri untuk menghindari pengaruh sistemik dan mencapai pengaruh maksimal pada arteri perifer. Pemberian 0,5 mg menghasilkan perlindungan terhadap vasokonstriksi perifer selama ± 6 bulan

8.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
Pemerisaan radiologik banyak membantu dalam menegakkan diagnosis scleroderma. Pemeriksaaan radiologik yang biasanya dilakukan meliputi :
-       Foto rongten oesophagus maag duodenum (OMD) : tampak hipoosmolalitas esophagus
-       Foto rongten tangan/lengan : tampak resorpsi falang, kalsifikasi subkutan
-       Foto rongten toraks : fibrosis interstitial difus di paru-paru
-       Foto rongten usus halus : dilatasi jejenum, ileum
-       Foto rongten kolon : gambaran kantong-kantong pada kolon
-       Foto rongten gigi : pelebaran membran periodontal
-       Arteriogram perifer : penyumbatan pembuluh darah
-       Arteriogram ginjal disertai pemeriksaan aliran darah korteks ginjal
-       Gambaran histopatologik kulit menunjukkan adanya penebalan epidermis disertai menghilangnya organ-organ epidermis dan tampak pula bertambahnya jaringan kolagen dalam dermis



B.  KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.    PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a.    Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b.    Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
-       Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
-       Pulse rate
-       Respiratory rate
-       Suhu
c.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk diagnosis penyakit ini. 
1)   Inspeksi 
Pada pemeriksaan fisik, saat inspeksi ditemukan adanya kelainan berupa adanya perubahan pada kulit seperti ulserasi (borok atau koreng), kalsifikasi (pengapuran), dan perubahan pigmentasi (warna kulit), fenomena raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat, kebiruan, atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin), kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal, kulit wajah tampak kencang seperti topeng. Apabila scleroderma menyebabkan terjadinya jaringan parut di paru-paru, akan ditemukan dipsnea pada saat bernapas, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, klien tampak sesak nafas. Apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut di jantung klien tampak menglami palpitasi, terdapat sianosis sikumoral.
2)   Palpasi 
Ditemukan adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan kekakuan pada persendian. Kulit menjadi keras saat diraba, apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut dijantung, paru, ginjal dan organ-organ lainya akat detemukan tacicardia, denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, Hati mungkin membesar.
3)   Perkusi
Apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut di paru maka didapatkan suara perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
4)   Auskultasi 
Auskultasi pada scleroderma yang menyebabkan jaringan parut di jantung sehingga menimbulkan gagal jantung baik kanan maupun kiri akan ditemukan Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, adanya murmur. Sedangkan apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut pada paru akan terdengar stridor dan ronchii pada lapang paru.
d.   Pemeriksaan Penunjang
Pemerisaan radiologik banyak membantu dalam menegakkan diagnosis scleroderma. Pemeriksaaan radiologik yang biasanya dilakukan meliputi :
-       Foto rongten oesophagus maag duodenum (OMD) : tampak hipoosmolalitas esophagus
-       Foto rongten tangan/lengan : tampak resorpsi falang, kalsifikasi subkutan
-       Foto rongten toraks : fibrosis interstitial difus di paru-paru
-       Foto rongten usus halus : dilatasi jejenum, ileum
-       Foto rongten kolon : gambaran kantong-kantong pada kolon
-       Foto rongten gigi : pelebaran membran periodontal
-       Arteriogram perifer : penyumbatan pembuluh darah
-       Arteriogram ginjal disertai pemeriksaan aliran darah korteks ginjal
-       Gambaran histopatologik kulit menunjukkan adanya penebalan epidermis disertai menghilangnya organ-organ epidermis dan tampak pula bertambahnya jaringan kolagen dalam dermis
Pada pengkajian data yang bisa di data adalah
a.    Data Subjektif : 
Pasien mengatakan :
-       “mengalami sesak napas”
-       “mengalami nyeri”
-       “mengalami kesulitan dalam menelan”
-       “Malu dengan penampilannya”
-       “tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari”
-       “nyeri dan merasa kaku pada persendian” 
-       “ kulitnya terasa keras dan mengering”
-       “gelisah atau jantungnya berdebar-debar.
b.    Data Objektif : 
-       Terdapat peningkatan RR (RR >20 x/menit)
-       Pada pemeriksaan rotgen tampak atropi pada tangan, fibrosis difus pada paru, dilatasi jejunum dan ileum, tampak hipoosmolalitas esophagus.
-       Tes fungsi paru seringkali menunjukkan adanya penyakit paru restriktif
-       Tampak kekakuan pada tangan
-       Kulit tampak keras
-       Terdapat penurunan berat badan
-       Tampak adanya bercak-bercak merah pada kulit yang bersifat keras 
-       Ditemukan adanya perubahan pada kulit seperti ulserasi (borok atau koreng), kalsifikasi (pengapuran), dan perubahan pigmentasi (warna kulit)
-       Fenomena raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat, kebiruan, atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin)
-       Kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal, kulit wajah tampak kencang seperti topeng. 
-       Dipsnea pada saat bernapas.
-       Adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
-       Klien tampak sesak nafas. 
-       Tampak menglami palpitasi.
-       Terdapat sianosis sikumoral.
-       Ditemukan adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan kekakuan pada persendian. 
-       Kulit terasa keras saat diraba.
-       Tacicardia
-       Denyut nadi meningkat.
-       Turgor kulit menurun.
-       Fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
-       Hati mungkin membesar.
-       Pada perkusi ditemukan pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
-       Ditemukan Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, adanya murmur.
-       Stridor dan ronchii pada lapang paru

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa diperoleh dari penganalisaan dari data-data dan informasi yang diperoleh pada saat pengkajian. Berikut diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan Scleroderma sebagai berikut:
a.    Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penimbunan cairan di pulmonal ditandai dengan batuk tidak efektif, dispnea, penurunan suara napas, adanya suara napas tambahan (ronkhi), perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan dan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi jalan napas. 
b.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan vaskularisasi paru ditandai dengan pasien mengeluh dispnea, RR : > 20 x/menit.
c.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan fibrosis difus pada paru ditandai dengan dispnea, takikardia (nadi = >100 x/menit), adanya sianosis, peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
d.   Nyeri akut berhubungan dengan penimbunan kalsium pada jaringan konektif bawah kulit ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak melindungi area yang sakit, tampak hati-hati saat bergerak, terjadi perubahan TTV (RR dapat meningkat (RR=>20x/menit), nadi = >100x/menit, TD dapat meningkat di atas 120/80 mmHg)
e.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan perubahan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi ditandai dengan dispnea, tekanan darah rendah, sianosis, disritmia, edema perifer, angina, kelemahan nadi perifer dan kelelahan.
f.     Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, penurunan respon sensori dan motorik dan perubahan tanda-tanda vital.
g.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan penyerapan nutrien sekunder akibat fibrosis pada usus halus berhubungan dengan pasien mengeluh mengalami penurunan berat badan, BB 10%-20% atau lebih di bawah BB ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
h.    Gangguan menelan berhubungan dengan hipomotilitas dan atoni esophagus ditandai dengan teramati adanya kesukaran dalam menelan.
10. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung), adanya retensi natrium/air ditandai dengan oliguria, edema, kulit menegang/mengkilap, orthopnea.
 


3.    INTERVENSI
a.    Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penimbunan cairan di pulmonal ditandai dengan batuk tidak efektif, dispnea, penurunan suara napas, adanya suara napas tambahan (ronkhi), perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan dan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi jalan napas.
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil:
-       Tidak ada suara napas tambahan: ronkhi
-       Tidak ada secret di jalan napas
-       Frekuensi napas normal (12-20 kali permenit), reguler, kedalaman napas normal
-       Retraksi otot pernapasan tidak ada
-       Batuk efektif
-       Suara napas vesikuler
-       Dispnea tidak ada
Intervensi :
1)   Mandiri 
a)    Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada
Rasional : 
Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.
b)   Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas
Rasional : 
Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

c)    Posisikan kepala lebih tinggi
Rasional :
Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.
d)   Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius misal krekels atau mengi.
Rasional :
Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronchial dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Ronki terdengar pada inspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan dan secret kental.
e)    Bantu pasien melakukan batuk misal menekan dada dan batuk efektif
Rasional :
Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami dan membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten.
f)    Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali dikontraindikasikan).
g)   Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional:
Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mempermudah pengeluaran sekret.
2)   Kolaborasi 
a)    Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada
Rasional :
Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret. Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan mutah karena batuk, pengeluaran sputum.

b)   Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik
Rasional :
Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret. Analgesic diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara berhati-hati.

b.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan vaskularisasi paru ditandai dengan pasien mengeluh dispnea, RR: > 20 x/menit.
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam diharapkan tercapainya keefektifan pola napas klien dengan kriteria :
-       Dispnea tidak ada
-       RR normal (12-20 kali permenit) reguler, suara napas normal (vesikuler), ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
-       Retraksi otot bantu pernapasan tidak ada 
-       Pernapasan cuping hidung tidak ada
-       Saturasi oksigen >90%
-       Sianosis tidak ada
Intervensi :
1)   Mandiri
a)    Observasi; RR, suhu, suara napas
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja nafas. Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
b)   Berikan posisi flower/semi flower.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
c)    Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga dan bibir)
Rasional : Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.
2)   Kolaborasi 
a)    Lakukan fisioterapi dada kerjakan sesuai jadwal
Rasional : Memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase secret dari segmen paru ke dalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat pembuangan dengan batuk/penghisapan.
b)   Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
c)    Awasi pemeriksaan laboratorium seperti AGD, oksimetri
Rasional : Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi.

c.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan fibrosis difus pada paru ditandai dengan dispnea, takikardia (nadi = >100 x/menit), adanya sianosis, peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil :
-       Tercapainya perbaikan ventilasi/oksigenasi sebagai bukti adalah tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas normal (vesikular), ronchi dan wheezing tidak ada.\
-       Menunjukkan perbaikan tes fungsi paru/normal
-       RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
-       Tidak ada sianosis
-       Saturasi oksigen normal (>90%)

Intervensi:
1)   Mandiri 
a)    Awasi frekuensi/kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesoris, area sianosis.
Rasional : indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
b)   Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam
Rasional : meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi dan pengisian udara pada semua area paru.
c)    Kaji toleransi aktivitas; batasi aktivitas dalam toleransi pasien atau tempatkan pasien pada tirah baring.
Rasional : penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan oksigen
.
2)   Kolaboratif
a)    Pantau hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu darah lengkap, GDA dan tes fungsi paru
Rasional : penyakit dapat berakibat fatal karena dapat menyebabkan hipoksemia.
b)   Lakukan fisioterapi dada
Rasional : dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara pada area paru.

d.   Nyeri akut berhubungan dengan penimbunan kalsium pada jaringan konektif bawah kulit ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak melindungi area yang sakit, tampak hati-hati saat bergerak, terjadi perubahan TTV (RR dapat meningkat (RR=>20x/menit), nadi = >100x/menit, TD dapat meningkat di atas 120/80 mmHg)
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan nyeri klien hilang atau dapat dikontrol dengan kriteria hasil :
-       Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
-       Klien tampak rileks.
-       RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
-       Klien melaporkan skala nyeri berkurang.
Intervensi:
1)   Mandiri 
a)    Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari klien termasuk lokasi; intensitas (1-10); lamanya; kualitas (dangkal/menyebar) dan penyebaran.
Rasional : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh klien. Bantu klien untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman lain.
b)   Penggunaan keterampilan relaksasi.
Rasional : keterampilan relaksasi membantu mengurangi nyeri yang dirasakan
c)    Pantau berat ringan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri.
Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga memudahkan pemberian intervensi.
d)   Anjurkan untuk menghindari penyebab dan pantau saat muncul awitan nyeri.
Rasional : menghindari pencetus nyeri merupakan salah satu metode distraksi yang efektif.
e)    Berikan massase yang lembut
Rasional : meningkatkan relaksasi atau mengurangi ketegangan otot.
f)    Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan.
Rasional : Tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.

2)   Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
a)    Agen nonsteroid misalnya indonetasin (Indocin) ; ASA (Aspirin)
Rasional : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi.
b)   Antipiretik misalnya Asetaminofen (Tylenol)
Rasional : Untuk menurunkan demam dan meningkatkan kenyamanan.
c)    Steroid
Rasional : Dapat diberikan untuk gejala yang lebih berat.

e.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan perubahan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi ditandai dengan dispnea, tekanan darah rendah, sianosis, disritmia, edema perifer, angina, kelemahan nadi perifer dan kelelahan.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x24 jam) diharapkan terjadi peningkatan curah jantung dengan kriteria hasil :
-       Klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
-       Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
-       Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
-       RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
Intervensi 
1)   Mandiri :
a)    Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung 
Rasional : 
Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel
b)   Catat bunyi jantung
Rasional : 
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c)    Palpasi nadi perifer
Rasional : 
Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d)   Pantau TD 
Rasional : 
Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.\
e)    Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis 
Rasional : 
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f)    Tingkatkan atau dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45o
Rasional : 
Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload) yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung
g)   Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (misalnya berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur
Rasional: 
Melakukan kembali aktivitas secara bertahap, mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung
.
f.     Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan cardiac output, perubahan aliran darah sekunder akibat penumpukan kolagen ditandai dengan penurunan suplai darah ke perifer tubuh, ekstremitas dingin.
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan tercapainya keefektifan perfusi jaringan perifer dengan kriteria hasil :
-       Menunjukkan perfusi adekuat, pengisian kapiler baik (cafillary refill <2 detik), haluaran urine adekuat
-       Ekstremitas hangat
-       RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
-       Saturasi oksigen normal (AGD >90%)
-       Kulit tidak pucat, membran mukosa lembab.
-       Edema ekstremitas tidak ada.
Intervensi:
1)   Mandiri
a)    Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
b)   Tinggikan kepala pada tempat tidur sesuai toleransi
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
c)    Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
Rasional : Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi.
d)   Kaji respon verbal dan gangguan memori.
Rasional : dapat mengindikasikan gangguan serebral akibat hipoksia.
2)   Kolaboratif:
a)    Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht, GDA, eritrosit
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.

g.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan penyerapan nutrien sekunder akibat fibrosis pada usus halus berhubungan dengan pasien mengeluh mengalami penurunan berat badan, BB 10%-20% atau lebih di bawah BB ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, adanya penurunan toleransi untuk aktivitas dan kelemahan otot.
Tujuan 
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan ketidakseimbangan nutrisi teratasi dengan kriteria hasil :
-       Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan sesuai dengan berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh
-       Tidak mengalami tanda malnutrisi
-       Menunjukkan prilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai
-       Tidak ada penurunan albumin serum
Intervensi:
1)   Mandiri 
a)    Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan kalori dan kualitas kekurangan konsumsi makanan.
b)   Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi 
c)    Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.
Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
d)   Berikan dan bantu higiene mulut dengan baik, sebelum dan sesudah makan.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
2)   Kolaboratif
a)    Konsul dengan ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
b)   Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht, BUN, albumin, B12, elektrolit serum
Rasional : Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
c)    Berikan suplemen nutrisi misal ensure, isocal
Rasional : Meningkatkan masukan protein dan kalori.

4.    EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan. Hal-hal yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan yang telah diberikan antara lain :
a.    Bersihan jalan nafas menjadi efektif, tidak ada suara napas tambahan: ronkhi, tidak ada secret di jalan napas, frekuensi napas normal (12-20 kali permenit), reguler, kedalaman napas normal, retraksi otot pernapasan tidak ada, batuk efektif, suara napas vesikuler, dispnea tidak ada.
b.    Tercapainya keefektifan pola napas klien, Dispnea tidak ada, RR normal (12-20 kali permenit) reguler, suara napas normal (vesikuler), ronchi tidak ada, wheezing tidak ada, Retraksi otot bantu pernapasan tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, Saturasi oksigen >90%, Sianosis tidak ada.
c.    Gangguan pertukaran gas teratasi, tercapainya perbaikan ventilasi/oksigenasi sebagai bukti adalah tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas normal (vesikular), ronchi dan wheezing tidak ada, menunjukkan perbaikan tes fungsi paru/normal, RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg), tidak ada sianosis, Saturasi oksigen normal (>90%).
d.   Nyeri klien hilang atau dapat dikontrol, klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks, RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg), klien melaporkan skala nyeri berkurang.
e.    Terjadi peningkatan curah jantung, klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung, RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
f.     Tercapainya keefektifan perfusi jaringan perifer, menunjukkan perfusi adekuat, pengisian kapiler baik (cafillary refill <2 detik), haluaran urine adekuat, ekstremitas hangat, RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg), Saturasi oksigen normal (AGD >90%), Kulit tidak pucat, membran mukosa lembab, oedema pada ekstremitas tidak ada.
g.    Ketidakseimbangan nutrisi teratasi, menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan sesuai dengan berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, Tidak mengalami tanda malnutrisi, menunjukkan prilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai, tidak ada penurunan albumin serum.
DAFTAR PUSTAKA

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. 
EGC. 1995.

Carpenito – moyet,L.J. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed. Jakarta : EGC. 

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.

www.google.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar