Selasa, 01 November 2011

Makalah Gangguan Perilaku

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan perilaku suatu saat bisa berkembang menjadi psikopat. Mereka berulangkali dan dengan sengaja - dan seringkali dengan penuh sukacita - mengganggu hak orang lain dan melanggar norma dan aturan sosial. Beberapa dari mereka dengan gembira melukai dan menyiksa orang atau hewan. Ada juga yang suka merusak benda-benda, menipu, berbohong, dan mencuri.
Perilaku ini mau tak mau membuat mereka tidak dapat menjalankan fungsi mereka dalam lingkup sosial, pekerjaan, dan akademis. Mereka adalah pribadi yang payah di rumah, sekolah, dan dalam masyarakat. Sebagai remaja mereka akan tumbuh dewasa, dan setelah melewati usia 18 tahun, diagnosis tersebut otomatis akan berubah dari Gangguan Perilaku menjadi Gangguan Kepribadian Antisosial.
Anak-anak yang terkena Gangguan Perilaku sangat ahli dalam menyangkal.  Mereka cenderung meminimalkan masalah yang mereka timbulkan dan menyalahkan orang lain atas kelakuan buruk dan kegagalan mereka. Akibat dari upaya penyangkalan ini, mereka akan selalu menunjukkan sikap agresif, mengintimidasi, menggertak, mengamuk dan menunjukkan gerakan tubuh yang mengancam.
Remaja dengan Gangguan Perilaku sering terlibat dalam pertengkaran, baik verbal atau fisik. Mereka sering menggunakan senjata, baik senjata yang  dibeli atau senjata improvisasi (misalnya pecahan kaca) dan biasanya mereka kejam. Para pelaku kejahatan dibawah umur seperti perampok, pemeras, penjambret, pemerkosa, pengutil, pelaku pembakaran, pengacau, dan penyiksa hewan, banyak yang didiagnosis terkena Gangguan Perilaku.
Gangguan Perilaku dapat berwujud dalam berbagai bentuk dan rupa. Beberapa remaja yang mempunyai Gangguan Perilaku ada yang cenderung melakukan tindakan yang berdasarkan kerja "otak" daripada fisik. Mereka bertindak seperti seniman yang menjiplak karya orang lain, berbohong agar bisa terhindar dari situasi yang tidak enak, menipu semua orang termasuk orangtua dan guru, serta memalsukan dokumen untuk menghapus catatan hutang atau untuk memperoleh keuntungan materi.
Mereka selalu sulit mematuhi aturan atau menepati janji. Mereka menganggap norma-norma sosial adalah pemaksaan. Mereka keluar rumah sampai larut malam, kabur dari rumah, bolos sekolah, atau tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas. Beberapa remaja yang mempunyai Gangguan Perilaku juga didiagnosa mempunyai Oppositional Defiant Disorder (gangguan perilaku yang ditandai oleh pola perilaku yang selalu menentang) dan setidaknya mempunyai gangguan kepribadian

B.  RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang ada pada pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa sesungguhnya defenisi serta gejala dari gangguan perilaku iti sendiri khususnya pada anak dan remaja ?
2.    Klasifikasi dari gangguan perilkua itu sendiri ?
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi dan faktor penyebab perilaku pada anak ?
4.    Bentuk-bentuk dari perilaku itu sendiri ?
5.    Serta bagaimana penanganan dan pengobatannya ?

C.  TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Adapun tujuan dan manfaat penulisan dari makalah ini adalah agar semua mahasiswa (i) dapat mengetahui secara lebih mendetail mengenai apa sesungguhnya defenisi serta gejala dari gangguan perilaku iti sendiri khususnya pada anak dan remaja, klasifikasi dari gangguan perilkua, faktor-faktor yang mempengaruhi dan faktor penyebab perilaku pada anak, bentuk-bentuk dari perilaku itu sendiri, serta bagaimana penanganan dan pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  DEFENISI
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak dan remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal pada anak –anak bisa saja tidak normal pada orang dewasa, contohnya malu dan takut pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan dirasa wajar bila itu yang mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang mengalami seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan apakah orang – orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang – orang yang hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak – anak bergantung pada definisi orang tua mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan prilaku.

B.  GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak berhubungan baik dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan melanjutkan prilakunya. Orang dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali menghadapi masalah hukum , secara kronis mengganggu hak orang lain, dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.




C.  KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU
1.    Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Gangguan ini terdiri dari :
a.    Autisme
Adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala.
b.    Reterdasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
c.    Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang dan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya, seperti :
2.      Gangguan belajar, ditandai dengan :
   Gangguan menulis
Keterbatasan kemampuan menulis sehingga muncul dalam bentuk kesalahan memgeja, kesulitan membentuk kalimat. Muncul pada usia 7 tahun


   Gangguan membaca
Keterbatasan kemampuan dalam mengenali dan memahami rangakaian kata –kata. Biasanya tampak pada usia 7 tahun
   Gangguan matematika
Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami istilah  matematika.
3.      Gangguan Komunikasi, ditandai dengan :
   Gangguan bahasa ekspresif
Keterbatasan  dalam menggunakan bahasa verbal
   Gangguan bahasa campuran reseptif atau ekspresif
Keterbatasan anak dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal
   Gangguan fonologis
Kesulitan dalam artikulasi suara tanpa adanya kerusakan pada mekanisme berbicara
   Gagap
4.      Ganggauan pada kemampuan berbicara lancer dengan waktu yang tepat
5.      Kecemasan dan Depresi
Gangguan kecemasan sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan kecemasan umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang memiliki gejala seperti pada orang dewasa. Gangguan kecemasan akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya seperti orang tua, saudara,dll.
Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah saat mengantisipasi perpisahan.gangguan kecemasan ini dapat berlanjut hingga depresi.  Depresi pada anak – anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa, mereka memiliki perasaan tidak berdaya,kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri. Namun  depresi pada anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang dewasa. Ciri – ciri depresi pada anak antara lain adalah mereka menolak untuk masuk sekolah, tak mau pisah dengan orang tua. Depresi pada anak dan remaja biasanya diikuti dengan gangguan lain seperti CD, ODD, masalah akademik. Depresi pada remaja yang berkelanjutan akat berakibat ganguan depresi yang lebih serius pada masa dewasa. 
6.      Gangguan Eliminisi
Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat mengontrol buang air kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia normal untuk mampu melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:
·      Enuresis
Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari kerusakan neurologis atau penyakit lainnya. kita sering menyebutnya dangan mengompol.
·      Enkopresis
Ketidakmampuan mengontrol BABnya yang bukan disebabkan masalah organik.

D.  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1.    Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
-       Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau kecemasan.
-       Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
-       Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang  berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
-       Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2.      Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :
-       Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
-       Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3.      Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula, seperti :
-       Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
-       Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
-        Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

E.  FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PADA ANAK
Setiap anak, dalam masa perkembangannya akan mengalami masalah perilaku. Bentuk masalah perilaku tersebut, setiap anak tidak sama. Masalah perilaku ini biasanya akan berkurang dan bisa hilang sebelum anak berusia 3 tahun atau beberapa bulan setelah berusia 3 tahun. Peningkatan atau penurunan masalah perilaku anak sangat dipengaruhi oleh interaksi orang tua dan lingkungan. Masalah perilaku anak dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya:
1.    Memanjakan anak secara berlebihan.
2.    Perhatian orang tua yang terlalu melampaui batas ketika si anak sakit dan lainnya.
3.    Anak tidak merasa nyaman, terutama kalau anggota keluarga terlalu padat atau kondisi rumah yang sunyi.
4.    Ada bayi yang baru lahir di keluarganya.
5.    Iklim keluarga yang begitu kejam, biasa terdengar dan terjadi suara makian, cacian dan pemukulan.
6.    Tidak memberikan kebebasan yang cukup dalam bergerak, bermain, dan mengungkapkan sesuatu pada anak.
7.    Kurang perhatian orang tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.
8.    Suka mengikuti perilaku anak-anak lain seusianya.


F.   BENTUK-BENTUK PERILAKU
Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat ditinjau dari berbagai segi,
-       Menurut Prayitno dan Amti (2005:46)
Bentuk-bentuk gangguan perilaku tersebut digolongkan ke dalam empat dimensi kemanusiaan, yaitu: dimensi individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas. Permasalahn dimensi individualitas, seperti prestasi rendah, motivasi belajar menurun, atau kesulitan alat pelajaran. Permasalahn dimensi sosialitas, seperti bentrok dengan guru, pendiam, sering bertengkar, sukar menyesuaikan diri, pemalu, penakut, kurang bergaul, kasar, dan manja. Permasalahn dimensi moralitas, seperti melanggar tata tertib sekolah, membolos, tidak senonoh, minggat, nakal, kasar, terlibat narkoba, atau terlambat masuk sekolah. Permasalah dimensi religius, seperti tidak melakukan salat atau perbuatan-perbuatan lain yang menyimpang dari agama yang dianutnya.
-       Menurut pendapat Dalyono (2001:265)
“Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu perilaku regresif dan agresif.” Contoh-contoh bentuk gangguan perilaku yang bersifat regresif antara lain: suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, atau tak mau masuk sekolah, sedangkan bentuk yang bersifat agresif, antara lain: berbohong, membuat onar, memeras teman, dan prilaku-prilaku lain yang dapat menarik perhatian orang lain atau merugikan orang lain seperti mengganggu orang lain.
Seseorang yang cenderung suka mengganggu sesamanya memperlihatkan keadaan jiwa yang tidak stabil, kurang sehat, atau sedang dilanda kegelisahan. Dalam usaha membebaskan diri dari berbagai belenggu tersebut, ia tak menemukan cara lain selain melakukan perbuatan yang menyimpang seperti mengganggu orang lain disekitarnya.
Orang-orang yang suka mengganggu, sesungguhnya haus kasih sayang dari orang tua. Sikap dan tindakan si anak dimaksudkan untuk menarik perhatian orang lain, atau demi melampiaskan dendam terhadap pengasuhnya. Bila mereka mendapat curahan kasih sayang, dan tak lagi merasa dikucilkan, niscaya segenap problem dan kesulitan yang mereka hadapi selama ini akan segera terselesaikan.
Di sekolah para pendidik juga menemukan bentuk-bentuk perilaku menyimpang, misalnya:
·      Mengganggu teman
·      Sering bolos
·      Malas
·      Mengganggu kelas
·      Bergaul bebas, atau
·      Tidak pernah membuat pekerjaan rumah (tugas-tugas dari guru)
Jadi, peranan menyimpang yaitu sebagai bentuk perlawanan dari berbagai aturan yang telah ditetapkan di sekolah. Aturan-aturan tersebut bisa terdapat dalam tata tertib sekolah maupun aturan berbentuk penegakan moral (norma) dalam tatanan pergaualan sehari-hari yang biasanya dilakukan normal dan wajar, sehingga tidak akan terjadi penyimpangan perilaku terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Perilaku keagresifan sosial seperti mengganggu teman-teman yang lemah bertindak kasar, dan sering main pukul, suka berkelahi, merusak, pendendam, bermusuhan secara terang-terangan, sering melanggar aturan, pemarah. Bentuk perilaku ini bersifat agresif. Apabila ia bertindak, si pelaku tidak memandang belas kasihan.
Hasil penelitian Sheldon dalam Vembriarto (1997:51) menunjukkan bahwa “Banyak siswa nakal yang suka mengganggu orang-orang disekitarnya berasal dari keluarga yang yang bersikap menolak atau acuh tak acuh terhadap siswa.” Siswa-siswa nakal yang berasal dari keluarga bersikap menolak ini umumnya mempunyai sifat curiga terhadap orang lain dan suka menentang kekuasaan. Mereka tidak lagi terkesan oleh hukuman, karena sudah terlalu banyak mengalami hukuman dari orang tuanya.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa masalah kecenderungan anak suka mengganggu sesama teman, selain berkenaan dengan pengaruh pendidikan, juga berkenaan dengan pengaruh unsur-unsur kejiwaan, emosional, dan kondisi kehidupan.

G.  PENANGANAN
Beberapa terapi atau perawatan gangguan perkembangan anak dan remaja antara lain:
1.    Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care. Yaitu dengan cara-cara yaitu :
a.    GYG melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
b.    Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
c.    Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping.
d.   Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.
2.    Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
a.    Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
b.    Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.
3.    Farmakoterapi.
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :
a.    Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik. 
b.    Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.

H.  PENGOBATAN
Pengobatan sangat sulit karena anak dengan gangguan prilaku jarang memahami kesalahan apapun dengan prilaku mereka. Seringkali pengobatan yang paling berhasil adalah memisahkan anak tersebut dari lingkungan yang bermasalah dan menyediakan tempat yang diatur dengan ketat, apakah di yayasan kesehatan mental atau sosial anak-anak.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.
Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.




DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta. 2006

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama, Jakarta, 1993.

Mappiare A. (1987). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

Mutadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja.

Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.

Sarwono, S. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sir Roy Meadow & Simon J. Newell. Lecture Notes : Pediatrika Edisi Ke Tujuh. Erlangga : Jakarta, 2003.

www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar